Jika kita membahas perihal Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI), maka yang akan muncul dalam berbagai literasi adalah Bukittinggi, Halaban, Koto Tinggi dan Bidar Alam.
Itupun jikalau hendak membahas, karena disinyalir masih banyak juga yang tidak kenal, apa itu PDRI.
Eksistensi Mr. Syafruddin Prawiranegara bersama PDRI (19 Desember 1948 hingga 13 Juli 1949), sesungguhnya tak dapat dipisahkan dari Calau, Sumpur Kudus, Silantai dan Batang Kuantan yang keseluruhannya berada di Kabupaten Sijunjung sekarang.
Pada tulisan terdahulu, "Fakta-Fakta Seputar PDRI, Sumpur Kudus dan Dick Tamimi" telah disinggung mengenai ke-tiga narasi PDRI, Sumpur Kudus dan Dick Tamimi dimaksud.
Kali ini kita akan lebih mendalami perihal peranan Calau (Nagari Sumpur Kudus Selatan sekarang), Sumpur Kudus, Silantai serta sebuah sungai besar "Batang Kuantan" terkait PDRI.
Tulisan ini lebih banyak dipengaruhi oleh buku Sumpur Kudus Dalam Perjalanan Sejarah Minangkabau, (2014), yang ditulis oleh Zusneli Zubir dan Rismadona, penerbit BPNB Padang dengan sedikit penyuntingan pada beberapa bagian.Peristiwa 16 April 1949
Pada tanggal 16 April 1949, Umar Said Noor (seorang perwira Angkatan Udara Republik Indonesia) bersama rombongan bertolak dari Bidar Alam dan menaiki sampan di Batang Sangir.
Perjalanan melewati Abai Sangir, Muara Sangir (Kabupaten Solok Selatan) hingga ke Sungai Dareh (Kabupaten Dharmasraya) bukanlah perjalanan wisata petualangan.
Namun menakutkan dan penuh kewaspadaan meskipun pengemudinya adalah masyarakat yang sudah telaten.
Rombongan sender radio yang berangkat diantaranya Umar Said Noor, Dick Tamimi, Kusnadi, Oedoyo serta Zainal Abidin.