Benedict Anderson dan Kontroversinya di Indonesia, Kisah "Imagined Communities" dan G30S PKI

×

Benedict Anderson dan Kontroversinya di Indonesia, Kisah "Imagined Communities" dan G30S PKI

Bagikan berita
Benedict Anderson dan Kontroversinya di Indonesia, Kisah "Imagined Communities" dan G30S PKI
Benedict Anderson dan Kontroversinya di Indonesia, Kisah "Imagined Communities" dan G30S PKI

KONGKRIT.COM -Sebuah karya monumental yang membuka jalan bagi studi akademis tentang nasionalisme, "Imagined Communities" karya Benedict Anderson, adalah sorotan utama dalam pemahaman tentang bagaimana bangsa-bangsa terbentuk dan berkembang. Namun, bagi seorang Indonesianis, kajian ini tidak hanya menghadirkan wawasan teoritis, tetapi juga terungkapnya realitas yang tersembunyi di balik politik dan sejarah Indonesia.

Dalam konteks masyarakat Indonesia, konsep Imagined Community diperdebatkan dan diperdebatkan oleh seorang Indonesianis yang berani, namun kontroversial. Dia menemukan bahwa narasi yang dibangun oleh Pemerintahan Orde Baru tentang peristiwa G30S tidak sepenuhnya sesuai dengan kenyataan. Autopsi mayat para jenderal yang diduga dimutilasi, ternyata tidak mendukung klaim tersebut.

Mengingat hasil kajian ini, serta tulisan-tulisan terkait dari John Roosa dan penelitian Cornell Paper yang diungkap oleh Anderson dan rekan-rekannya, tergambarlah gambaran transisi dari Orde Lama ke Orde Baru. Proses ini tidak hanya merupakan pergeseran kekuasaan politik, tetapi juga perubahan dalam narasi ideologis. Konflik antara NASAKOM berubah menjadi konflik antara "Nasionalis Agama vs Komunis," dipengaruhi oleh dinamika Perang Dingin dan upaya negara-negara sekutu untuk memperoleh pengaruh di Indonesia.

Tetapi di balik pergeseran politik ini, tersembunyilah tragedi kemanusiaan yang mendalam. Upaya pembunuhan terhadap para jenderal yang dilakukan oleh anggota PKI menjadi dalih bagi militer untuk melancarkan kampanye anti-komunis yang meluas. Namun, apakah kehadiran PKI saat itu secara otomatis memberikan legitimasi bagi pemerintah untuk melakukan genosida terhadap ratusan ribu hingga jutaan orang?

Pertanyaan ini membawa kita pada persoalan yang lebih dalam tentang hak asasi manusia dan tanggung jawab pemerintah. Mengapa proses genosida terus berlanjut selama beberapa dekade? Apakah ketakutan akan kehilangan kedudukan politik yang membenarkan tindakan represif ini? Dan mengapa pengungkapan kebenaran tentang periode gelap ini tetap menjadi tabu bagi pemerintahan?

Namun, di tengah-tengah kompleksitas politik dan ideologis ini, satu hal tetap jelas: penegakan hak asasi manusia dan kebenaran sejarah adalah prasyarat untuk kemajuan masyarakat. Meskipun kita tidak dapat mengabaikan kekejaman yang dilakukan oleh rezim Orde Baru, kita juga harus mengakui bahwa tidak semua anggota PKI adalah komunis fanatik. Banyak dari mereka adalah petani dan warga desa yang hanya mencari keadilan dan kesejahteraan.

Terlebih lagi, cerita ini juga mengingatkan kita akan pentingnya pengakuan atas kejahatan masa lalu untuk mencegah pengulangan di masa depan. Sejarah harus diungkap, tidak untuk membalas dendam, tetapi untuk memastikan bahwa kesalahan yang sama tidak terulang lagi. Seperti yang dinyatakan oleh Almarhum Gus Dur, mengakhiri hantu sejarah PKI adalah langkah penting dalam proses rekonsiliasi dan pembangunan bangsa.

Dalam menggali lebih dalam tentang konsep Imagined Community dan konsekuensinya dalam konteks Indonesia, kita diingatkan untuk tidak hanya memahami sejarah sebagai kumpulan fakta, tetapi juga sebagai narasi yang dibentuk oleh kepentingan politik dan ideologis. Hanya dengan memahami kedua dimensi ini kita dapat membangun masyarakat yang lebih adil dan demokratis di masa depan.

Editor : Devi Irmayani Saiser
Sumber : news.cornell.edu, quora
Bagikan

Berita Terkait
Terkini