Human Imprinted Birds

×

Human Imprinted Birds

Bagikan berita
Human Imprinted Birds
Human Imprinted Birds

Oleh :May Reza FadhillaImprint

Semua burung pemangsa adalah termasuk Spesies Altricial. Dimana mereka membutuhkan induk mereka untuk mengasuh, memberi makan dan membentuk karakter mereka sebagai burung pemangsa. Lalu apa itu Imprint? Dalam web resminya, The Wildlife Center of Virgina menjelaskan, Imprinting adalah suatu bentuk pembelajaran di mana seekor hewan memperoleh indra identifikasi spesiesnya. Proses imprinting pada burung liar sangat penting untuk kelangsungan hidup mereka dikemudian hari. Proses Imprinting alami oleh induk memungkinkan bayi burung untuk memahami perilaku dan vokalisasi yang sesuai untuk spesies mereka, dan juga membantu burung untuk mengidentifikasi secara visual dengan anggota spesies mereka yang lain sehingga mereka dapat memilih pasangan seksual yang sesuai di kemudian hari.

Ketika awal menetas, burung tidak mengenali rasa takut terhadap apapun yang ada di hadapannya. Dan mereka akan tertarik terhadap objek-objek bergerak dan secara bertahap akan mengidentifikasinya sebagai objek yang tidak asing. Dalam hal ini induk mereka. Seiring pertumbuhannya, secara perlahan mereka akan merasa tidak nyaman terhadap objek yang mereka anggap asing. Rasa tidak nyaman ini kemungkinan akan diekspresikan dalam dua hal ketika mereka dewasa. Menjauh atau menyerang.Dalam bukunya yang berjudul Understanding the Bird of Prey, Dr. Nicholas Fox, seorang ahli biologi raptor, menjelaskan bagaimana proses imprinting secara alami berjalan.

Menurutnya. Raptor yang baru menetas, terlihat sangat lemah, saat pertama kali merespon panggilan induknya. Bayi burung akan meresponnya dengan membuka mulutnya untuk meminta makan. Disinilah proses imprinting dimulai. Bayi burung akan mulai mengenali induknya. Pada saat bulu “kapas” (natal down) mulai tergantikan, bayi burung akan lebih waspada pada sekitarnya. Ini adalah periode yang sangat singkat dalam perkembangan mentalnya. Pada masa ini dia mulai menandai induknya sebagai sumber makanan. Sekali dia mengidentifikasi induknya, ketakutan terhadap objek Non-Induk akan terus berkembang. Proses imprinting ini terus berlanjut selama periode dalam sarang . Itulah kenapa bagi spesies altricial, proses imprinting oleh induknya akan menjadi hal yang sangat penting. Dalam proses ini bayi burung akan benar-benar mempelajari siapa dan bagaimana dirinya akan berperilaku nantinya.

Baca juga:

Lalu bagaimana dengan burung-burung pemangsa yang dengan ketidakberuntungannya tidak mendapatkan proses ini secara alami dari induknya atau ketika proses ini dilakukan oleh manusia (human imprinted bird)? Disinilah kita akan membahas apa dan bagaimana human imprinted bird itu. *Human Imprinted Bird*

Human Imprinted Bird adalah burung yang melalui proses imprinting-nya bersama manusia sebagai “induknya”. Singkatnya human imprinted birds adalah burung yang sedari bayi dirawat oleh manusia. Lalu apa dampaknya ketika proses imprinting yang seharusnya dilakukan oleh induknya justru dilakukan oleh manusia?Menurut Dr. Nicholas Fox, Raptor yang dibesarkan oleh manusia mungkin akan mengidentifikasi manusia sebagai induknya, lalu kemudian akan menganggap manusia sebagai pasangan sexualnya dikemudian hari.

Human imprinted bird (raptor) bukan berarti burung akan bersikap bersahabat dengan manusia atau mungkin akan nyaman berada dekat dengan manusia. Tapi mereka tidak punya rasa takut dengan manusia. Dan mengingat sifat teritorial mereka, semakin mereka dewasa, hal ini berpotensi berubah menjadi agresi terhadap manusia. Yang tentunya akan sangat berbahaya terutama untuk spesies-spesies raptor berukuran besar.Human imprinted bird mungkin akan punya kecenderungan untuk sulit berkomunikasi dengan burung lain dalam spesiesnya. Hal “aneh” lainnya adalah mereka akan punya kecenderungan berperilaku tidak sesuai dengan burung lain dari spesiesnya. Karna itu keberadaannya akan dianggap asing oleh spesiesnya sendiri. Begitu juga sebaliknya. Singkatnya, human imprinted bird menempatkan dirinya pada area abu-abu dalam kehidupan liarnya.

Potensi inilah yang harus menjadi perhatian kita dalam merilis burung pemangsa yang punya kemungkinan “Human Imprinted”. Yang peluang untuk suksenya menjadi lebih kecil ketika mereka dikembalikan ke alam liar. Karena kemungkinan-kemungkinan itu, Dr. Nick Fox menuliskan dalam bukunya bahwa hanya burung yang melalui proses imprint alami yang layak untuk dirilis. Bahkan ketika seorang konservator mendapat tanggung jawab terhadap bayi raptor yang kehilangan induknya, dan gagal menerapkan imprinting alami pada burung tersebut, Dr. Nick menegaskan untuk tidak merilis burung tersebut demi mencegah kesalahan yang berkelanjutan. *Human imprinted bird di Indonesia.*

Human imprinted bird juga sepertinya menjadi masalah di Indonesia. Pemahaman masyarakat yang berpendapat bahwa jika memelihara satwa akan lebih mudah jika dimulai dari satwa yang masih bayi. Termasuk burung pemangsa. Tanpa mereka sadari, justru semakin memperburuk keadaan. Karena dengan pemahaman yang seperti itu, mungkin, sekitar 90% burung pemangsa yang ada di tangan masyarakat adalah human imprinted bird. Burung-burung inilah yang mungkin nantinya akan diambil alih oleh BKSDA dan teman-teman Konservator untuk direhabilitasi. Mungkin melalui proses penyitaan ataupun serahan dari masyarakat.Lalu dengan potensi negatif dari human imprinted bird, akankah kita tetap berjudi dengan itu? Tetap melakukan hal yang berpotensi untuk merusak tatanan keseimbangan alam? Karena Human Imprinted Bird justru tidak dianjurkan untuk dirilis ke alam liar. Bukankah dengan begitu, artinya kita memutus rantai regenerasi populasi mereka? Jika dipaksakan merilisnya, untuk kemampuan mencari makan, burung-burung itu mungkin akan mendapatkannya dalam masa rehabilitasi. Tapi bagaimana dengan kemampuan alaminya untuk menentukan pasangan seksual dan kemampuan beradaptasi terhadap musuh-musuh alami? Peluangnya bisa dibilang kecil. Mungkin bisa jadi pertimbangan buat kita. Apakah yang akan kita lakukan itu akan memperbaiki keadaan atau justru akan sia-sia. Bahkan mungkin berpotensi untuk memperburuk keadaan.

Bali, 6 Agustus 2019.Penulis : May Reza Fadhilla

Editor : Siti Rahmadani Hanifah
Sumber : 58946
Tag:
Bagikan

Berita Terkait
Terkini