Gencatan Senjata di Gaza: Harapan Baru di Tengah Bayang-Bayang Ketakutan

×

Gencatan Senjata di Gaza: Harapan Baru di Tengah Bayang-Bayang Ketakutan

Bagikan berita
Gencatan Senjata di Gaza Harapan Baru di Tengah Bayang-Bayang Ketakutan
Gencatan Senjata di Gaza Harapan Baru di Tengah Bayang-Bayang Ketakutan

KONGKRIT.COM – Harapan dan kecemasan menyelimuti warga Gaza usai pengumuman gencatan senjata terbaru antara Israel dan Hamas. Meski kesepakatan damai telah diformalkan dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) di Sharm el-Sheikh, Mesir, pada Senin (13/10/2025), banyak warga Palestina masih menyimpan trauma mendalam akibat dua tahun perang tanpa henti.

Gencatan senjata ini merupakan bagian dari implementasi tahap pertama rencana perdamaian 20 poin yang diumumkan Presiden Amerika Serikat Donald Trump pada 29 September lalu. Rencana tersebut sempat menuai keraguan, terutama karena menuntut Hamas menyerahkan senjata dan tidak terlibat dalam pemerintahan Gaza syarat yang sebelumnya dianggap tidak realistis.

Namun, melalui pembicaraan tidak langsung antara Israel dan Hamas, kedua belah pihak akhirnya menyepakati pelaksanaan awal rencana tersebut. Gencatan senjata pun mulai berlaku sejak Jumat (10/10), disambut lega sekaligus cemas oleh masyarakat Gaza yang telah lama terkoyak perang.

Dari apartemennya di Kota El-Shorouk, Kairo, seorang jurnalis asal Gaza menyaksikan siaran langsung penandatanganan perjanjian damai. Kenangan selama tujuh bulan berada di Gaza saat perang berkecamuk kembali terlintas dari malam-malam yang gelap karena pemadaman listrik, hingga deru serangan udara dan tangis para ibu di rumah sakit.

“Setiap gencatan senjata membawa harapan bahwa suara tembakan akan berhenti, tapi juga keraguan berapa lama kali ini akan bertahan?” tulisnya.

Reem Salah, seorang perawat di Rumah Sakit Nasser, menyampaikan melalui sambungan telepon bahwa masyarakat masih berhati-hati menyikapi kesepakatan ini. “Kami lelah terus-menerus kecewa. Tapi kali ini, ada cahaya kecil di mata orang-orang, antara ketakutan dan kelegaan,” ujarnya.

Youssef Hamdan (42), pengemudi taksi dari Khan Younis, menyebut suasana setelah gencatan senjata sebagai "keheningan yang asing". Ia mengetahui berita tersebut saat sedang memindahkan jenazah di kota. “Saya bahkan tidak merayakannya. Butuh waktu beberapa menit untuk menyadari bahwa saya masih hidup dan keluarga saya selamat setidaknya untuk saat ini,” katanya.

Selama perang, Hamdan nyaris tidak beristirahat. Ia terus berkendara mengantar korban dan pengungsi, meski keluarganya sendiri harus mengungsi berulang kali. Kini, meski suara bom sudah tak terdengar, rasa waspada tetap melekat.

“Setidaknya sekarang saya bisa mengemudi tanpa terus menatap langit,” katanya lirih. “Tapi ketakutan itu belum benar-benar hilang.”

Di kawasan al-Rimal, Gaza City, seorang guru bernama Rawan Abu Jaber (29) tak kuasa menahan tangis saat mendengar kabar gencatan senjata. Ia yang selama perang berlindung di tenda bersama keluarganya merasa selamat, namun tidak utuh.

Editor : Hanny Tanjung
Bagikan

Berita Terkait
Terkini